Thursday, July 28, 2016

Pengertian Cerpen dan Contohnya



Pengertian Cerpen dan Contohnya - Pengertian Cerpen: Cerpen (Cerita Pendek) adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novel.

Ciri-ciri cerpen:

- Bentuk ceritanya lebih pendek dari novel (singkat dan padat)
- Jumlah katanya tidak lebih dari 10.000 kata
- Isi ceritanya berasal dari kehidupan sehari-hari (biasanya dari pengalaman pribadi atau orang lain)
- Tidak mengangkat atau menggambarkan semua kisah pelakunya karena yang dilukiskan hanyalah masalah tunggal atau inti sarinya saja.
- Tokoh-tokoh digambarkan mengalami masalah atau konflik hingga pada penyelesainnya

- Pemakaian katanya sangat sederhana dan ekonomis sehingga mudah dikenal pembaca.
- Kesan yang ditinggalkan sangat mendalam sehingga pembaca ikut merasakan isi dari cerita pendek.
- Hanya satu kejadian saja yang diceritakan.
- Alur cerita tunggal dan lurus


Berikut contoh cerpen beserta struktur nya:

Harga Sebuah Kejujuran
Cerpen Yusrizal Firzal (Republika, 16 Mei 2014)

Struktur:

1. Abstrak
Suara azan sudah terdengar sedari tadi. Pertanda waktu shalat subuh sudah masuk. Seorang remaja masih saja membolak-balik badannya di tempat tidur. Gelisah, begitulah yang dia rasakan. Semenjak mendapatkan SMS balasan dari operator dinas pendidikan di kotanya, badannya terasa lemas. Dadanya sesak, seperti diimpit oleh batu besar. Dia dinyatakan tidak lulus UN.


2.Orientasi
Namanya Agung Prasetyo. Dia adalah anak sulung dari dua bersaudara. Ayahnya, Prasetyo, saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil di salah satu dinas di lingkungan pemerintahan kota. Sementara, ibunya bernama Mutia adalah guru SD. Dita, adik satu-satunya saat ini duduk di kelas dua SMP.


3. Komplikasi
Agung kembali memagut bantal guling dan menarik selimutnya. Empuknya spring bed dan hangatnya selimut tidak bisa membuat tidurnya nyenyak. Perlahan Agung bangkit dan duduk di samping tempat tidurnya. Pikirannya kembali berkecamuk. Bingung, apa yang harus dikatakan kepada orang tuanya. Bagaimana kalimat pertama yang harus diucapkannya. Takut, membayangkan kemarahan ayahnya. Sedih, membayangkan wajah ibunya yang kecewa. Dibukanya pintu kamarnya dan segera dia ke kamar Mandi untuk mencuci muka.

Agung kembali duduk di samping tempat tidurnya. Sesekali dia mengintip keluar kamar untuk melihat apakah orang tuanya sudah bangun. Pikirannya kembali menerawang. Kali ini, dia mengingat saat-saat menghadapi ujian nasional. Dia mendapatkan bisikan dari kawan-kawanya bahwa ada kunci jawaban di dinding kamar Mandi sekolah.

Beberapa temannya sudah ada yang mendapatkan kunci jawaban tersebut. Agung tidak menggubris hal itu, ia terus saja mengerjakan soal-soal yang ada di depannya. Satu persatu soal itu mampu dikerjakannya. Ketika dia mendapat soal yang sulit, muncul kebimbangan dalam hatinya. Ingin rasanya meminta kunci jawaban tersebut.

Namun, teringat akan nasihat guru mengajinya dulu ketika masih belajar di Madrasah bahwa keberhasilan yang didapat dengan kebohongan tidak akan berarti apa-apa, membuatnya mengurungkan niatnya itu. Nilai kejujuran itu masih tertanam dalam dirinya hingga saat ini.

Keteguhan hatinya untuk jujur dalam mengikuti ujian nasional, sedikit mengobati kegelisahannya. Timbul secercah kepercayaan dalam dirinya. Tanpa terasa kantuk pun menyerang matanya. Sesaat kemudian dia terlelap. Agung terbangun ketika terdengar suara DIta yang memanggil-manggil namanya sembari mengetuk pintu kamarnya. Sambal mengucek-ngucek matanya, Agung segera keluar kamar mengikuti Dita menuju ke ruang makan. Di sana kedua orang tuanya, Prasetyo dan Mutia, sudah menunggu mereka untuk sarapan pagi. Sebelum duduk di kursi, dengan prasaan takut kedua orangtuanya marah perihal ketidaklulusannya.


4. Evaluasi
Agung akhirnya dengan terpaksa dan rasa takut mengatakan kepada ayah, ibu, dan adiknya perihal ketidaklulusannya. “Yah, Bu, maafkan Agung. Agung tidak lulus UN.” Mendengar hal itu, ayahnya langsung kaget. Ibunya juga demikian.


5. Resolusi
“Ayah, Ibu, meskipun Agung gagal dalam UN ini, Agung masih merasa terhormat. Agung menjawab soal-soal dengan pikiran dan ilmu Agung sendiri. Agung tidak mencontek sedikit pun. Meskipun kawan-kawan Agung mendapatkan kunci jawaban dan berusaha membantu Agung, Agung menolaknya. Agung tidak ingin menyelesaikan UN dengan cara yang curang. “

Mendengar itu, amarah Prasetyo mulai reda. Rasa kagum menyelimuti hatinya mendengar penjelasan dari anaknya. Pun dengan Mutia, yang dalam hatinya tersenyum mendengar kejujuran anaknya.

Agung pun melanjutkan penjelasannya, “Agung berjanji akan belajar lebih giat lagi untuk menghadapi UN susulan yang akan dating. Agung akan tetap memegang prinsip kejujuran dalam ujian itu. Doakan Agung ya, Bu, Ayah.”


6. Koda / Reorientasi

Setelah itu mereka berempat berpelukan. Tidak ada lagi rasa marah, kecewa, dan sedih. Yang ada hanya rasa kagum. Kagum akan nilai kejujuran yang akan terus dipertahankan.

-----------------------------------------

Berikut beberapa contoh cerpen, cekidot guys ^^

1. Permusuhan di Lingkungan Tetangga
(Oleh : Anis Sintia Wati)

Pada suatu pagi hari yang cerah seorang wanita  berbadan besar yang bernama, Tini keluar dari rumahnya untuk mencari sayuran . Dia pergi menuju tukang sayuran tersebut yang jaraknya sekitar 20 meter dari rumahnya. Saat ia melewati rumah tetangganya sambil membawa sayuran, Bu Tini secara tidak sengaja menjatuhkan sayuran di depan rumah saya.

Namun, pada saat itu tetangganya yang bernama Bu Juju kebetulan sedang membersihkan halaman rumahnya. Ia pun melihat Bu Tini yang menjatuhkan plastik sayuran di depan rumahnya.

“Kenapa ya Bu Tini membuang sampah seenaknya di depan rumah saya? Sepertinya dia sengaja menjatuhkan plastik itu untuk mengotori halaman rumahku.” Kata Bu Juju.

Bu Tini  dan Bu Juju adalah tetangga lama. Mereka sudah bertahun tahun hidup bertetangga tapi hubungannya tak pernah baik.

Melihat kejadian tersebut, Bu Juju kesal dengan Bu Tini. Tapi bukannya ia menegurnya, dia malah merencanakan balas dendam untuk tetangga tersebut.

Pada keesokan  harinya, Bu Juju memutuskan untuk melakukan  balas dendam. Saat keluarga Bu Tini belum bangun Dia mengambil keranjang sampah yang ada di rumahnya dan membawanya pergi ke rumah Bu Tini secara diam – diam, lalu Bu Juju membuang sampah – sampah tersebut di depan halaman rumah Bu Tini. Namun ternyata, saat itu Bu Tini juga melihat kejadian tersebut di balik jendela. Tetapi Bu Tini tidak menegurnya dan malah merencanakan balas dendam padanya.

 “Kurang ajar, ternyata dia sengaja untuk mengotori halamanku, awas saja tunggu pembalasanku,” Gurau Bu Tini dalam hatinya.

Bu Tini pun merencanakan hal yang buruk untuk balas dendam. Kemudian, Dia menemukan sebuah ide . Malam itu dia membawa lumpur dan menumpahkannya di depan teras Bu Juju. Tentu saja, keesokan harinya, Bu Juju geger dengan lumpur yang tebal di halaman rumahnya. Pikiran Bu Juju langsung tertuju pada si Bu Tini karena ia yakin kalau Bu Tini lah yang sirik kepadanya.

“ Rupanya dia mengajaku perang “ Gurau Bu Juju.

Pada akhirnya kedua tetangga tersebut terus melakukan hal tersebut. Hingga akhirnya balas dendam yang mereka lakukan semakin parah.

Hingga suatu  malam Bu Juju berusaha mengebom tempat tinggal Bu Tini dan berbunyi  bleudaggg ,  dan rumah Bu Tini kebakaran tapi karena letak rumah mereka berdekatan akhirnya kedua rumah mereka terbakar .

Pada akhirnya keduanya berakhir di Rumah Sakit dan menderita luka bakar, tetapi karena perawatan yang intensif keduanya bisa sembuh, setelah sembuh akhirnya mereka menyadari bahwa permusuhan hanya akan menimbulkan petaka dan merekapun bermaafan serta hidup rukun bertetangga.


2. Hijrahku Membawanya Ke Sini.
Oleh : Agisna Nur Fadila

Hijrahku selama ini membuatku terasing diri dari kehidupan nyata. Bahkan aku benar-benar merasa terasing dari duniaku sendiri. Tapi tak apa, itu semakin membuatku dekat dengan Mahabbah cinta-Nya. Pedih memang rasanya, sakit memang, pahit jua perjuangannya.Dari situ aku bisa bersama dengan orang yang aku cinta tanpa adanya proses pacaran.

Nama ku Icha, dahulu aku seorang yang agak bandel sering bolos di jam pelajaran yang gak aku suka. Dengan alasan sakit ataupun ingin pergi ke WC padahal mau bermodus-modusan bertemu dengan pujaan hati. Lucu juga bila ku ingat tingkahku sebelum ini. Cinta? Ya, cinta haqiqi yang membuatku berubah.

“Teteh… Bangun. Ayam saja sudah menggonggong, masa teteh belum bangun” Kata adikku. Aku terbangun dari peristirahatanku, dengan mata yang terkantuk-kantuk ku paksakan menuju kamar mandi kemudian mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat subuh.

Pukul 06.30 aku terduduk di kursi ruang televisi rumahku, saat itu sedang tayang si biru Doraemon kartun kesukaanku. Sambil ngemil-ngemil pagi aku lupa kalau hari ini aku harus berangkat pagi dikarenakan piket.

“Mama… Aku berangkat dulu” Teriakku terburu-buru sembari merapih-rapihkan seragam putih abu-abuku.

“Iya Nak, kamu hati-hati dijalan ya, buru-buru sekali ah sampai lupa salam gitu” Seru mama. Sesampainya disekolah, aku berjalan menuju kelas menyusuri koridor sekolah tempat dia berorganisasi, tempat dimana aku bisa memperhatikan ia didalam kelasnya.

“Jantungku… kok deg-degan seperti ini? Ada apa?” Bisikku dalam hati.

“Assalamualaikum gadis penyusur koridor sekolah hahaha” Sapa Shalehah menepuk bahuku sembari nada sapanya meledekku.

“Waalaikumsalam, ah kamu ngagetin aja, ih apaan sih hehehe” Jawabku salah tingkah dengan pipi yang memerah.

Kelasku jauh dengan kelasnya. Kelasnya di pojok belakang dekat dengan kelas 12 Pemasaran 2. Walau begitu aku tak kehilangan akal, aku duduk di barisan terdepan dekat dengan pintu kelasku, agar aku bisa melihatnya apabila ia sedang ingin pergi ke WC ataupun kantin, kebetulan kelasku dekat dengan kantin  dan WC.

 “Assalamualaikum ukhtiku yang cantik-cantik yang shalehah jua, kalian tahu gak apa itu cinta?” Tanyaku sembari menepuk bahu teman-temanku yang sedang duduk-duduk sembari ngemil-ngemil jajanan di depan kelas.

“Ekhem…ekhem yang lagi jatuh cinta sih begitu ya nanyanya.” Ledek Shalehah.

“Cinta itu indah, tapi lebih indah kalau cinta itu hanya teruntuk sang pencipta. Allah S.W.T semata.” Jelas Hawa.

“Ah apaan sih cuma nanya saja ko lehah. Lagian jaman sekarang gak pacaran ketinggalan jaman banget” jawabku. Hari berganti hari, bulan berganti bulan jam dinding pun ikut tertawa melihat tingkahku yang selalu mencuri-curi kesempatan untuk sekedar melihat senyumnya. Dia? Dia adalah laki-laki yang sudah merenggut hatiku, mencuri simpatiku, kekagumanku padanya karena kepintarannya dalam pelajaran produktif SMK yang membuat hasrat untuk memilikinya itu semakin membeludak. Namanya Ade, tapi aku biasa memanggilnya Dede walaupun kita seangkatan. Setiap kali ada pelajaran matematika ataupun pelajaran yang tidak aku suka, aku selalu bolos, kantin dan UKS adalah tempat andalanku.

“Masyaallah Icha kamu bolos saja” Kata Hawa

“Suka-sukaku. Lebih baik aku jajan dari pada aku harus mengikuti pelajaran yang tidak aku suka. Siapa tau juga Dede lewat kesini.”

“Istighfar Ca. Sadar. Orangtua kamu susah payah menyekolahkanmu, membiayaimu tapi kamunya seperti ini. Inget orangtua Ca inget. Jangan karena lelaki kamu jadi lupa diri kalau kamu itu pelajar. Yakin deh Dede suka wanita yang shalehah.” Jawab Hawa.

“Astaghfirullah. Hawa iya aku seakrang sadar akan tugasku. Terimakasih sudah mengingatkan. Ajari aku hijrah ya.” Jawabku dengan penuh rasa sesal.

“Alhamdulillah. Iya pasti” Jawab Hawa sambil menggiringku ke kelas. Hawa adalah sahabat seperjuanganku yang sudah lebih dahulu berhijrah, awalnya dia itu urak-urakan sampai pada akhirnya dia mendapat hidayah menjadi wanita shalehah dan feminim.Ah aku iri.

“Assalamualaikum” Sapa pak Dadang.

“Waalaikumsalam” Jawab anak-anak serempak.

“Anak-anak sekarang kita akan membahas materi bab 2. Bapak tuntut kalian bisa mengerjakan 1 soal 1 menit” Ucap pak Dadang sambil membuka buku matematika kelas 12 yang lumayan agak tebal.

Kriiingg…kriingg…kriinggg

Bell istirahatpun berbunyi, gerombolan siswa-siswi 12 Multimedia 1 keluar. Suara azan memanggil untuk melaksanakan shalat ashar.

“Bismillah ya Allah, hamba lakukan ini karena-Mu. Semoga Engkau selalu meridhoi setiap langkah dan hembusan nafasku. Pertemukan  aku dengan laki-laki yang dapat membimbingku dan membawaku ke Surgamu bersama dengan wanita Shalehah lainnya. Aamiin” Do’aku.

Sempat berfikir, mana mungkin aku bisa memilikinya, dia kan pintar banget mana mungkin dia mau sama aku. Ah sepertinya aku harus mengubur dalam-dalam perasaanku padanya. Teringat pada ucapan Hawa yang menyuruhku untuk mencintai dia “Jodohku” saja, karena mencintai yang belum makhrom itu dosa.

Lagi-lagi aku menyusuri koridor sekolah menuju kelasku. Tiba-tiba ada laki-laki yang sedari dulu aku suka dan aku kagumi menyapaku.Iya dia Dede.

“Assalamualaikum. Ini Icha?” Tanya Dede.

“Waalaikumsalam Dede. Iya ini Icha, kenapa? Jelek ya? Aku gak pantas pakai khimar ke sekolah ya? Jawabku merendahkan diri.

“ Masyaallah kamu cantik sekali” Ucap Dede.

“Ah kamu bisa saja, Alhamdulillah ” Jawabku menundukan pandangan.

“Dede… Cepat kesini kita harus memasang jaringan” Teriak Rio teman satu kelasnya Dede.

“Assalamualaikum Dede, kamu tunggu aku dirumah setelah lulus ya, doa kan aku sukses agar aku bisa mengkhitbahmu” Seru Dede sambil berlari-lari.

“Hah? Ah sudahlah biarkan. ” Ucapku dalam hati kebingungan.

Entah kenapa semua mata memerhatikanku dengan penuh keanehan. Apa karena aku yang ke sekolah menggunakan handshock , kerudung panjang, baju berlapis-lapis? Kadang, aku merasa terasing dengan penampilanku seperti ini bahkan aku terasing di duniaku sendiri.

“Kok kamu mau sih pakai baju sampai terkena tanah gitu? Kan kotor. Nanti shalatnya bagaimana? Terus memang gak gerah pakai baju berlapis-lapis seperti itu? Pakai handshock lagi”.

Pertanyaan-pertanyaan itu, ujian demi ujian aku lewati untuk tetap berhijrah pada jalan-Nya. Dari mulai di cemooh, di bilang gak gaul, gak kekinian, kurang pergaulan, anak rumahan, gak laku karena gak pacaran. Sampai setelah lulus, dan sekarang melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Indonesia mengambil kejuruan bagian pendidikan Agama Islam agar nantinya aku bisa mengajar dan aku tetap pada prinsipku berhijrah. Dan mengingat perihal ucapannya Dede sejak SMK itu benar, dia sekarang sudah mengkhitbahku menjadikan istrinya dan kami hidup bahagia karena kehalalan tanpa adanya proses pacaran.


3. Berawal dari Senyum.
(Oleh: Mela Rizqy F)

Suasana malam itu terasa sangat hening, yang terdengar hanyalah detikan jam dinding yang terpasang di kamarku. Namun suasana hening itu seakan terpecahkan oleh suara ponselku. Senang, begitulah peasaanku ketika membaca pesan singkat dari seseoarng yang kini selalu mengirimkan perhatian kecil lewat SMS. Isi pesannya memang singkat, namun dapat membuat lekuk pada senyumku. Tapi kini aku telah mengetahui siapa pengirim pesan itu. Dia adalah Anant. Rasa bingung kini telah lenyap.

Namaku Navya Sharma. Aku duduk di bangku kelas XI SMK N 1 Lemahabang. Aku dan Anant bersekolah ditempat yang sama tetapi berbeda kelas. Kedekatan kami terjalin bermula saat kami mengikuti organisasi yang sama. Pernah terlintas dibenakku sebuah pertanyaan kenapa Anant memberiku terror perhatian kecil itu. Tadinya aku tak pernah menganggap pesan itu, tapi aku menyukai setiap kata dalam isi pesannya. Aku menganggapnya sebagai secret admirer ku.

Malam kini semakin larut, jam dinding telah menunjukkan pukul 22.00 malam. Namun aku tetap asik membalas SMS Anant. Tapi rasa kantuk sudah tak bisa ku tahan lagi. Aku memutuskan untuk tidur setelah membalas SMS Anant, lalu ku letakkan ponselku di samping bantal.

Suara adzan pun telah terdengar, aku terbangun meski kantuk masih ku rasakan. Segera aku bersiap untuk sholat subuh, setelah itu aku kembali melihat ponselku yang semalam ku simpan di samping bantal. Kulihat ada pesan ucapan selamat pagi dari Anant. Tersenyum, itulah responku setelah membacanya dan seketika itu aku jadi teringat wajah Anant. Pesan singkat itu seperti penyemangat untukku.

Ku perhatikan pagi terlihat sangat cerah, seperti cerahnya hatiku saat ini. Di pagi itu aku bertemu dengan Anant. Aku seperti ingin mengatakan sesuatu kepadanya, tapi bibirku terasa kaku hingga tak bisa terucap sepatah katapun. Entah apa yang kini aku rasakan, pikiranku selalu terpusat kepada lelaki yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya. Kepada Anant yang ku anggap sebagai secret admirer ku. Kini aku merasa jika dia lebih dari indah di dalam hatiku. Timbul secercah harapanku kepada Anant. Mungkinkah aku menyukainya? Entahlah aku pun tak mengerti dengan rasa yang bersemayam di hatiku.

Pikiranku kembali terbelenggu. Memikirkan perasaan yang muncul dengan tiba-tiba, tak bisa ku pungkiri rasa ini. Bagaimana jadinya jika aku satu kelas dengan dia? Mungkinkah aku akan sering berbincang dengan dia ataukah aku hanya membisu karena rasa grogi saat ada dia. Hampir setiap momen ketika bersama Anant ada pada lembaran buku diary ku. Mulai dari momen pertama Anant menerorku hingga momen yang akhirnya tumbuh rasa suka tertulis dengan tinta warna-warni pada setiap lembarannya. Diary itu selalu ku bawa ke sekolah, aku suka membacanya ketika aku rindu padanya.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, kini aku segera berkumpul di koridor untuk mengikuti kumpulan organisasi. Hatiku berdebar dengan cepat ketika melihat sosok Anant yang ku rindukan berjalan menuju koridor. Dia duduk lumayan dekat denganku. Kami pun berbincang dan Anant bercerita kepadaku jika ia tengah mengagumi seseorang. Seseorang yang jika tersenyum dapat membuatnya bahagia. Sesak, begitulah perasaanku setelah mendengar ceritanya. Napasku terasa sesak, seperti sedang menghirup abu. Harapanku yang tumbuh kini seperti telah layu oleh kata-katanya.

Hampir setiap malam aku teringat akan perkataan Anant. Teringat akan seseorang yang dia maksud. Aku tak seharusnya seperti ini, aku harus bahagia jika Anant bahagia. Hatiku kini semakin tak berwarna, kini ponselku sudah jarang mendapatkan perhatian kecil dari Anant. Semua pikiran yang pernah terlintas di benakku yang beranggapan bahwa Anant menyukaiku sekarang sudah tak ingin dipikirkan lagi.

Pagi yang cerah kembali menyambut diriku, namun suasana hatiku kini seperti awan mendung yang akan disambut hujan deras. Kini aku merasa iri kepada seseorang yang Anant maksud. Entah sudah berapa kali aku menanyakan tentang seseoran itu, tapi tak pernah ada jawaban yang terucapkan oleh Anant.

Tak terasa jam dinding di kelas menunjukan pukul 14.30 WIB, bel sekolah pun mengiringi detikan jam itu. Seperti biasa aku berkumpul di koridor untuk mengikuti kumpulan organisasi. Dan aku pun melihat Anant yang sedang tertawa lepas bersama temannya. Dalam hati aku pun tersenyum melihatnya. Lagi-lagi aku menanyakan tentang seseorang itu kepada Anant. Mungkin Anant pun sudah merasa bosan atas pertanyaanku, hingga akhirnya dia menjawabnya ketika kami hendak pulang.

“Anant, aku ingin tahu seseorang yang dapat membuat kamu bahagia karena sebuah senyuman, siapakah dia?” Itulah tanyaku kepadanya dan wajahnya pun terlihat kaku seketika. Tak lama, akhirnya pertanyaanku mendapat jawaban darinya.
“Navya” Jawab Anant dengan singkat.
“Siapa? Navya? Maksudnya aku?” Tanyaku kembali seakan tak percaya yang dia katakana.
“Iya” Jawabnya lagi.

Anant hanya menjawab dengan singkat, aku yang mendengar jawabannya hanya terdiam, tersenyum seketika dan membisu karena tak tahu harus memberi respon apa padanya. Mulutku terasa terbungkam. Keheningan melanda kami berdua, hanya terdengar bunyi semilir angina yang menemani kami. Dalam hati, aku selalu tersenyum jika teringat kata-kata itu.

Detik indah dipulang sekolah, langkah demi langkah kami berjalan, hentakan langkah kaki kami berirama. Kami hanya melihat suara kendaraan yang melintas di jalan. Untuk mengusir keheningan, aku mencoba membuka pembicaraan dengan memberikan pertanyaan lagi kepada Anant.

“Anant apa alasanmu bahagia ketika aku tersenyum?” Tanyaku. Anant hanya merespon dengan senyuman. Tapi tak lama dia kembali menjawabnya.
“Karena ada sesuatu dalam senyummu” Jawab Anant dengan singkat.
“Sesuatu, apa itu?” Tanyaku lagi.
“Hmm… sudah ku duga kamu pasti akan menanyakan alasannya. Sesuatu itu adalah sebuah rasa” Jawabnya dengan tersenyum.
“Rasa apa maksudmu?” Tanyaku kembali dan membalas senyumnya. Anant tak menjawab pertanyaanku, kata rasa yang dia katakana itu membuatku bingung. Pertanyaan kini muulai menerpa di kepalaku. Rasa apakah itu? Apakah itu rasa suka? Apakah Anant juga mempunyai perasaan yang sama denganku? Aku berharap semoga aku masih menjadi bagian dari bahagianya Anant, aku akan tersenyum untuknya. Cukup lama kami tak mengungkit tentang rasa itu, sebenarnya aku masih sangat penasaran akan rasa yang dia katakana, hanya saja aku menyerah untuk menanyakan kepadanya.

Kini aku pun menyukai senyumnya, terlintas diangan buat ku ikut tersenyum. Dan akhirnya aku mengerti dengan arti rasa yang tersirat. Ternyata dia juga merasakan rasa yang kurasakan. Dia menyukaiku. Aku menyukainya karena Anant adalah Anant, bukan orang lain. Semua karena pilihan hati.

Jika hati telah memilih, apapun itu pasti akan selalu terasa bahagia. Kami membiarkan rasa itu tumbuh, meskipun kata couple tak kami miliki.


4. Kesialanku
(Oleh: Erna Silviana)

Aku adalah seorang pelajar sekolah menengah kejuruan. Sekolahku cukup jauh dari tempat tinggalku. Dan teman-teman sekelasku sering bilang bahwa aku adalah orang yang bertempat tinggal paling jauh dari sekolah di antara teman-teman sekelasku yang lainnya. Kadang kalau Aku telat bangun 20 menit saja Aku hampir terlambat pergi ke sekolah. Aku anak tunggal sehingga Ibu dan Ayahku sangat sayang dan perhatian kepadaku. Aku bersyukur punya mereka berdua.

Hari itu aku bangun dibangunkan oleh ibuku. Saking pulasnya Aku tidur, dan Aku bermimpi aneh sampai-sampai aku  tak medengar suara alarm berbunyi apalagi suara azan subuh berkumandang. Aku langsung keluar kamar dan menuju kamar mandi. Dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Tak lupa aku berpamitan kepada Ibuku. Aku berangkat diantar Ayahku dengan sepeda motor, hanya sampai pangkalan mobil saja.

Sesampainya di pangakalan mobil, Aku kesiangan dan ternyata mobil yang sering ku tumpangi itu sudah berangkat duluan, dengan rasa sedih aku harus menunggu mobil selanjutnya datang. 10 menit terlewatkan, namun mobil tak kunjung ada yang datang juga. Aku mulai resah, waktu menunjukan pukul 06.30 WIB. Tak lama kemudian mobil ada yang datang juga. Aku langsung masuk dalam mobil itu dan memilih tempat duduk nomor 2 dari depan.

Dalam perjalanan Aku membayangkan mimpi itu. Dengan terus berkhayal, tiba-tiba “Dukkkkk” suara yang tiba-tiba terdengar dengan sangat jelas. Aku pun terkejut mendengarnya. “Suara apa itu??” kataku. Mobil seketika berhenti. Supir turun memeriksa, ternyata ban mobil pecah. Dalam pikirku “Ahh sial kenapa harus pecah saat keadaan kaya gini sih?”. Waktu menunjukan pukul 06.45 WIB, dan sekolah ku masih sangat jauh. Semua penumpang yang lain turun dan Aku pun ikutan turun juga. Aku kemudian membayar setengah ongkos ku kepada supir. Lalu Aku menunggu mobil lain datang lagi.

Saat Aku menunggu mobil dengan rasa gelisah, tak lama kemudian ada mobil datang, aku melambaikan tangan ku. Bukannya berhenti namun mobil itu tetap melaju dengan kecepatan yang cukup cepat. Itu menandakan bahwa mobil yang ditumpangi penuh. Dan Aku terus  menunggu mobil datang, sembari duduk ditengah-tengah Jalan Raya yang ramai dengan kendaraan yang berlewatan. Kemudian ada seorang teman sekelas ku dengan sepeda motor dan berhenti dihadapanku. Ia menawari ku tumpangan, hatiku terasa sedikit lega. Aku bisa bernafas dengan lebih tenang lagi. “Huuhh akhirnya,nggak apa-apa kan aku numpang?” ujarku kepada Sinta yang memberi tumpangan kepada ku. “Nggak apa-apa kok, lagian aku yang menawarimu” kata Sinta membalas ucapanku.

Jalanan semakin siang semakin ramai dengan  kendaraan- kendaraan yang ingin melaju dengan tujuannya masing- masing. Aku dan Sinta terjebak macet di jalanan yang akan menuju tempat sekolahku. Setelah beberapa menit terjebak di tengah keramaian kendaraan, kemudian Aku dan Sinta akhirnya sampai di sekolah. Karena sepeda motor tidak boleh parkir di halaman sekolah dan akhirnya Sinta pun menitipkannya kepada penitipan khusus sepeda motor. Penitipan itu tak jauh dari sekolah hanya beberapa meter saja.

Setelah menitipkan motor Sinta, lalu Aku berjalan bersama Sinta menuju sekolah. Di tengah perjalanan Aku sempat mengobrol dengannya sedikit. “Sin ,makasih ya udah memberiku tumpangan” kata ku. “Iya santai aja kali kita kan temen, sekelas lagi masa iya sih temen sendiri kesusahan Aku nggak bantu dia, kan keterlaluan” ujar Sinta dengan ikhlas. Dan akhirnya kami berdua pun sampai di gerbang masuk sekolah. “Aku sangka bakal kesiangan dan bakal dihukum petugas Osis, tapi bersyukur dugaanku salah kali ini” kataku dalam hati.
Dan Aku tidak akan telat bangun lagi,agar Aku tidak terburu-buru lagi berangkat ke sekolah.


5. LIBURAN YANG MENGENASKAN.
(Oleh: Amar Fattah B)

Malam haripun tiba, Steven dan teman-temannya berniat melaksanakan kegiatan liburan ke objek wisata Bukit Panembongan yang berada pada desa Tembong.

Steven berencana berliburan bersama Roger, Richard, Stevani, dan Lennesia. Steven mempunyai kembaran yang bernama Stevani walaupun dia cewe dia lebih suka berlibur ke tempat wisata dari pada pergi ke mall belanja seperti cewe-cewe lain. Menurut dia “Wisata ke alam bebas jauh lebih menyenangkan dari pada pergi ke mall, Indonesia itu indah.” ujarnya.

Steven membuat janji dengan teman-temannya pada pukul 8 malam ketika sudah pukul 8 teman-temannya tak kunjung datang, akhirnya Steven memutuskan untuk menelefon teman temannya itu di bantu oleh adik kembarnya, teman-temannya mengalami beberapa masalah ada yang bannya bocor di jalan, ada yang mogok, akhirnya Steven memutuskan untuk menghampiri teman teman yang bermasalah satu persatu di hampiri dia dan di selesaikan masalahnya.

Akhirnya pada pukul 10 malam teman-temannya sudah lengkap semua dan memutuskan untuk berangkat ke tempat wisata yang telah di setujui sebelumnya.di perjalanan mereka bahagia  menikmati pemandangan yang terpampang di depan mereka tapi kebahagiaan mereka sirna karna Roger mengalami kecelakaan dan Steven dan teman temannya yang lain kaget dan akhirnya mereka membawa Roger ke rumah sakit terdekat.

Sampai di rumah sakit Richard menjadi egois dia bilang ingin melanjutkan perjalanan tanpa Roger dia berniat meninggalkan Roger tapi Steven berkata “Kita berangkat liburan bareng-bareng kalau ada satu yang sakit kita harus tunggu dalam persahabatan harus susah seneng bareng jangan mau senengnya aja!!” kata-kata Steven menenangkan hati Richard dan mereka memutuskan untuk menunggu temannya yang terbaring di rumah sakit.

Dua minggu kemudian Roger keluar dari rumah sakit dia di nyatakan sudah sembuh dari penyakitnya teman Roger pun merasa senang bahagia karena Roger telah sembuh. Roger pun berniat melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda waktu itu,mereka pun siap-siap pada hari berikutnya dan berangkat menuju Bukit Panembongan.


Untuk menghargai penulisnya, kalau kalian pengen copy cerpennya sertakan nama penulis/pengarangnya ya guys ^^

3 comments

bagus kak terima kasih ka sudah membantu

makasih terima kasih atas bantuan nya


EmoticonEmoticon